By- admin. 21 Oktober 2021. Posted in Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. الكتاب: الآثار فى الإستمطارالمؤلف: السيد أحمد بن زيني دحلانالمعتني: السيد حسن صدقة دحلانالناشر: مطبعة مدرسة والدة السلطان عباس الأول، القاهرة، 1329هـالوصف
Di kalangan pesantren, nama Sayyid Ahmad Zaini Dahlan sungguh masyhur sebagai pembela ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah Aswaja. Lahir tahun 1232 H atau 1816 M di kota Makkah, beliau kelak menjadi mufti terakhir Haramain Makkah dan Madinah pada zaman kesultanan Turki Utsmani. Beliau merupakan keturunan Al-Quthb ar-Rabbani Syaikh Abdul Qodir al-Jailani. Jelas, beliau adalah bagian dari Ahlul Bait Rasulullah SAW, melalui garis keturunan Sayyidina Hasan RA, cucu Rasulullah SAW. Jika kita di bumi Nusantara ini mengenal ulama-ulama termasyhur macam Syaikh Nawawi al-Bantani, Muhammad Sholeh Darat as-Samarangi, Syaikh Khatib al-Minangkabawi, Sayyid Utsman bin Yahya al-Batawi, Syaikh Abdul Hamid Kudus, Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan, dan banyak lagi ulama-ulama besar lainnya, mereka adalah anak didik Sayyid Ahmad Zaini bin Dahlan. Sebagai seorang guru, nama beliau cukup masyhur, karena santri-santrinya menjadi ulama-ulama besar masing-masing daerah di Nusantara. Maka, nama beliau harum di kalangan pesantren salaf di Nusantara. Selain sebagai guru, Sayyid Ahmad Zaini bin Dahlan adalah sesosok panutan yang argumentasi-argumentasinya menjadi benteng ajaran Aswaja dari rongrongan orang-orang Wahabi yang jelas-jelas bertentangan dengan ulama-ulama Aswaja yang membolehkan tradisi tawassul, ziarah kubur, yasinan, tahlilan, 40 harian, dan banyak lagi tradisi-tradisi yang sampai hari ini masih dirawat oleh umat Muslim Indonesia yang dituduh bid’ah oleh Wahabi. Dimana tradisi kebiasaan itu telah menjadi bagian penting dari ekspresi keberislaman orang-orang Nusantara sejak dulu. Salah satu pendangan Sayyid Ahmad Zaini bin Dahlan tentang ziarah ke makam Nabi Muhammad SAW, bahwa hal itu adalah sunnah dengan mengambil dasar rujukan dari hadits riwayar Ibnu Adiy, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda “Barang siapa yang melaksanakan ibadah haji, tetapi tidak menziarahiku, berarti ia telah berlaku kasar terhadapku”. Sayyid Ahmad Zaini Dahlan sendiri mengatakan Banyak sekali hadits shohih yang secara terang-terangan menyatakan ziarah ke makam Nabi, seperti; Barang siapa menziarahi makamku, ia pasti akan mendapat syafa’atku’. Indonesia sebagai salah satu negara dengan umat Muslim terbanyak di dunia, serta dengan mayoritas pecinta shalawatan, yasinan, tahlilan, ziarah kubur, bukannya tidak memiliki hambatan, lebih-lebih dengan maraknya gerakan organisasi-organisasi Islam trans-nasional, termasuk di dalamnya faham Wahabi, yang mana tujuan dasarnya yakni menyerukan berdirinya negara Islam disertai dengan ajakan kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Sebagai bagian dari memudarkan tradisi keberagaman masyarakat Indonesia, seperti maulidan, haul, atau ziarah kubur karena dianggap bertentangan dengan agama Islam itu sendiri. Ini narasi yang selalu dipakai untuk menghancurkan tradisi keberislaman umat Muslim Indonesia. Hal tersebutlah yang senantiasa ditentang secara keras oleh ulama serta kyai-kyai pesantren, karena Muslim Indonesia memiliki kebiasaan unik dalam mengekspresikan kecintaan serta keyakinan dalam beragama. Lebih lanjut, pandangan kaum Wahabi itulah yang ditentang oleh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, seorang maha guru yang mendidik ulama-ulama besar Nusantara zaman dulu. Beliau mendidik para santrinya agar menjadi imadiyyin cagak-cagak pembela Aswaja. Tidak sampai situ, beliau pun menulis beberapa kitab dengan tujuan mulia itu. Dalam sekian banyak karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, salah satunya berjudul Ad-Durar as-Saniyyah fi ar-Radd ala al-Wahhabiyyah, dan kitab ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Di dalam kitab itu, misalnya, beliau menulis Ziarah ke makam Nabi, sah-sah saja, bahkan sesuatu yang disyari’atkan, diperintahkan oleh al-Qur’an dan al-Hadits, serta disepakati ijma’ oleh ulama, dengan dalil dalam al-Qur’an Surah An-Nisa’ ayat 64, bahwa ziarah ke makam Nabi tidak menjadi masalah dan tidak bertentangan dengan dalil-dalil mu’tabar terkait ziarah dalam yurisprudensi Islam’. Lebih lanjut, Sayyid Ahmad Zaini Dahlan menulis Meminta ampun kepada Allah SWT, di sisi beliau Rasul, maka dengan begitu, beliau Rasul akan memohonkan ampun kepada Allah SWT. Dan, ayat yang disebutkan itu Surah An-Nisa’ ayat 64 tidak akan terputus atau terhenti dengan wafatnya Rasulullah SAW’. Maka, untuk menghindari agar umat Muslim tidak ziarah ke makam Nabi itulah yang kemudian membuat otoritas Arab Saudi pernah mewacanakan untuk membongkar dan memindah makam Rasulullah SAW. Dan kemudian, tidak mengagetkan jika ulama Nusantara macam Wahab Chasbullah menentang wacana itu, disebabkan anggapan keliru pemerintahan Arab Saudi dengan dalil menghindari syirik. Hal demikianlah yang sedari awal ditentang oleh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan dalam karya beliau tentang faham Wahabi. Beliau, sebagai ulama alim yang hidup pada masa-masa awal perkembangan Wahabi, serta sebagai keturunan Rasulullah SAW, yang sepanjang hidupnya membela ajaran Aswaja, maka pantaslah bila Sayyid Ahmad Zaini Dahlan memandang kebiasaan ziarah kubur para wali Allah, istighatsah, tawassul, yasinan, shalawatan, dan tahlilan sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Wallahu a’lam bisshawwab.
ZainiDahlan: Ulama Makkah dan Pengajar Shaulatiyah yang Wafat di Kendal (w. 1922) Sayyid Ahmad b. Zainî Dahlân (w. 1885) adalah seorang ulama besar Makkah dan Grand Mufti Madzhab Syafi'i yang menjadi mahaguru ulama Nusantara generasi akhir abad ke-19 M. Di antara murid dari Sayyid Ahmad b.
SayyidAhmad ibn Zayni Dahlan was of the eminent scholars of his time and the Shafi'i mufti of Makkah during the second half of the 13th century. He was born in 1231AH. He lived when the first printing press was established in Makkah, which resulted in a number of his works being printed. He wrote chiefly on fiqh and history.
SayyidAbu Bakar Syatha merupakan salah satu murid andalan Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, yang dikenal sebagai pakar ilmu Gramatika Arab, yang paling menonjol pada zamannya, meneruskan jaringan keilmuan dari Imam Sibawaih yang sanad keilmuannya berhujung kepadanya melalui gurunya, Syaikh Ustman ibn Hasan al-Dimyathi yang meriwayatkan dari Muhammad
Diantara gurunya adalah Sayyid Ahmad Zaini Dahlan yang buku-bukunya hingga kini banyak diajarkan di berbagai pesantren.Tujuh tahun di Mekah, Habib Utsman kemudian belajar ke Hadramaut, Yaman. Di sini selama beberapa tahun ia belajar pada para ulama setempat. Kemudian ia kembali ke Makkah dan terus ke Madinah.
AhmadZaini Dahlan adalah Mufti Agung mazhab Syafi'i di Mekah,[1][2] dan Syaikhul Islam di wilayah Hijaz, negara Ottoman,[3] dan Imam al-Haramain ,[4] serta menjadi sejarawan dan teolog Asy'ari. Ia dikenal karena kritiknya yang ekstrem terhadap Wahhabisme dan kecenderungannya terhadap tasawuf .[5] Dalam risalahnya menentang pengaruh Wahhabi, Dahlan dengan jelas memandang tasawuf sebagai bagian
Diantaragurunya di Mekkah ialah Syeikh Utsman bin Hasan ad-Dimyathi, Sayyid Ahmad . bin Zaini Dahlan, Syeikh Mustafa bin Muhammad al-Afifi al-Makki, Syeikh Abdul Hamid . bin Mahmud asy-Syarwani. Beberapa sanad hadits yang musalsal diterima dari Syeikh . Nawawi al-Bantani dan Abdul Ghani bin Subuh bin Ismail al-Bimawi (Bima, Sumbawa).
Jikadilihat dari periode kepergiannya ke Makkah, tampaknya Ahmad Rifangi satu angkatan dengan Syekh Ahmad Zaini Dahlan (1816-1886 M), Syekh Ahmad Khatib Sambas (1803-1875 M) dan Syekh Sayyid Abdullah untuk mengurusi ordonansi haji di Indonesia. hal ini terus berlangsung hingga tahun 1880-an. Ikut campurnya Turki juga bisa dilihat dari
vlVbMF.